
Relasi Sunda, Mataram Kuno, Majapahit, Demak, Cirebon, dan Banten sudah terjalin dengan baik. Mengingat, Palembang merupakan daerah strategis dan dekat dengan Malaka. Dilindungi pulau Bangka, Palembang menjadi pertahanan terbaik dari serbuan bangsa asing. Dari posisi strategis ini, Palembang sejak masa Balaputera Dewa, Adityawarman, Arya Damar, hingga masa-masa kesultanan menjadi garda pertahanan jalur selat Malaka.
Kesultanan Palembang Darussalam dihitung sejak Susuhunan Abbdurrahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Imam. Kemudian diteruskan kepada Sultan Agung Komaruddin Sri Truno, Sultan Muhammad Mansur Jayo ing Lago, Sultan Anom Muhammad Alimuddin, Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo, Sultan Ahmad Najamuddin Adikusumo, Sultan Muhammad Bahauddin, Susuhunan Ratu Mahmud Badaruddin II, Susuhunan Husin Diauddin, dan Susuhunan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu.
Hal yang menarik dari Kesultanan Palembang ini, relasi sultan dan ulama sangat kental, terutama pada tarekat. Dua tarekat yang kental dan menjadi pemicu perlawanan terhadap Belanda adalah Sammaniyah dan Al-Haddadiyah (Alawiyah). Tarekat Sammaniyah secara resmi memiliki hak istimewa di mesjid Agung Palembang, sehingga memiliki tradisi zikir yang masih berlangsung hinnga sekarang. Di samping, masyarakat sepanjang sungai Musi sudah sangat kental dengan sebutan “Ya Saman” dalam tradisi lisan ketika melihat ketakjuban.
Nama-nama seperti Imam Sayid Idrus Al-Idrus, Imam Sayid Abdurrahman Maula Togaah, Imam Sayid Yusuf Alangkawi (Langka, kepulauan Riau), dan Datuk Murni Al-Haddad adalah ulama-ulama yang dekat dengan Sultan dan dimakamkan di samping makam sultan. Hal ini menarik, karena ulama-ulama tidak mendirikan tempat pendidikan sendiri seperti di Jawa, Aceh, dan Medan dengan memiliki tanah perdikan. Melainkan, sangat dekat dengan keluarga kesultanan. Terutama, fasilitas mengajar di mesjid agung.
Syekh Merogan
Sayid Ishaq Susuhunan Giri
Sayid Muhaamd Ainul YAqin
Sayid PAngeran Kesuma
Sayid Pangeran Adipati Panca Tanda
Sayid Pangeran Tumenggung Manca Negara
Sayid Sultan Jamaluddin
Sayid Sultan Susuhunan Abdurrahman
Sayid Pangeran Surya Wikrama Subekti
Sayid Raden Perak
Sayid Raden Wiro Kesumo Kirjo
Sayid Masagus Qomaruddin
Sayid Masagus Tarudin
Sayid Masagus Haji Mahmud
Ki Merogan Masagus Haji Abdul HAmid – Masagus H Abdul Aziz
Masagus HM USman
Masagus H Ahmad
Masagus H Memed Ahmad SE
Keterangan:
Silsilah Ki Merogan
Maulana malik Ibrahim Raden Patah
Maulana ishak Pangeran Trenggono
Sunan giri Sunan Prawoto
Pangeran wirakusuma Cirebon/ M Ali Nurdin Panembahan Kediri
Pangeran adipati Sumedang Pangeran Suroboyo
Ki Tumenggung Manco Negaro Pangeran Seda ing Lautan
Nyai Gede Ilir Ki Gede ing Suro Tuo
Ki Gede ing Suro Mudo
Nyai Gede Pembayun
Ratu Sinuhun Pangeran sedo ing Passarean
Pangeran Sedo in Rajek Ki Mas Endi, Sultan Susuhunan AbdurrahmanKhalifatul Mukmini
Sayidul imam
Pangeran Wirokesuma Subekti
Pangeran Wikromo Kerik
Pangeran Kesuma Karjo
Masagus Qomaruddin
Masagus Tarudin Masayu Khatijah
Masagus Mahmud alias Kanang
Masagus Haji Abdul Hamid/Kiai Marogan
Silsilah dari Raja-raja Jawa
Antara Raja Sriwijaya dan Kesultanan Palembang terentang masa yang berkelang lama. Sebab, sejak masa prasasti Dapunta Hyang Srijayanaga pada abad ke-7 Masehi hingga pemerintahan Balaputera Dewa abad ke-9, Palembang telah dikuasai oleh Singasari dan Majapahit. Hal ini ditengara oleh kemunculan tokoh Adityawarman dan Adipati Arya Damar.
Untuk menarik benang merah dalam rentang waktu yang kosong tersebut, berikut disebutkan masa kehadiran Parameswara di Palembang. Parameswara adalah keturunan Raden Wijaya yang menikahi Sri Gayatri Rajapatni, puteri Kertanegara (Singasari), yang memiliki puetri Tribuana Tunggadewi.
Tribuana Tunggadewi menikah dengan kertawardana, dan memiliki puteri Iswari. Iswari kemudian menikah dengan Singawardana, memiliki puteri Sarawardani. Saranwardani menikah dengan Ranamenggala, dan memiliki putera Parameswara pada tahun 1344.
Berikut adalah jejak sejarah Parameswara:
1400, Parameswara, putera raja dari Palembang setelah dikalahkan Majapahit pergi menuju Tumasik (singapura).
1403, Laksamana Yin Ching dalam misi perdagangan telah singgah di Melaka, terjadi hubungan diplomatik Melaka dan China
1409, Parameswara membayar upeti kepada China untuk mendapat perlindungan dari China dari serangan Siam. Laksamana Cheng Ho tiba di Malaka.
1411, Parameswara diiringi pembesarnya sebanyak 540 orang ditemani Cheng Ho berlayar ke China, menemui Kaisar Yung Lo.
1424, Parameswara menikah dengan Puteri Pasai. Ia memeluk Islam dan memakai gelar Sultan Iskandar Syah (1414 – 1424 Masehi)
1424, Parameswara mangkat, diganti puetaranya Sultan Muhammad Syah (1424 – 1444 Masehi).
Ulama-ulama: Antara Bahasa dan Huruf
Ulama-ulama Nusantara pada umumnya tidak meninggalkan budaya suatu daerah di dalam menyampaikan dakwah. Begitu pula pada sastra tulis sebagai budaya tinggi suatu bangsa. Dengan menciptakan model tulisan Arab-Melayu (Jawi atau Pegon), relasi emosional guru dan murid, masyarakat dan agama menjadi rekat dan satu. Masyarakat belajar budaya menulis ini dari belajar mengaji di surau atau langgar. Karena, budaya tinggi ini begitu kuat sehingga relasi antar kesultanan terjalin erat, maka diputuskan di suatu kongferensi di Singapura untuk mengganti Arab-Melayu dengan model Latin oleh pemerintah Belanda. Dengan demikian, Arab-Melayu (tulis dan lisan) sebagai lingua franca diganti oleh bahasa Latin.
Selain bahasa yang menjadi budaya tinggi, kesultanan Palembang juga meiliki sistem pertahanan yang tangguh, baik dengan Benteng Kutobesak maupun pertahanan bela diri (self-defensive). Pencak silat menjadi sistem pertahanan yang kokoh bagi Kesultanan Palembang.
Ulama-ulama melalui tarekat sangat berperan di bidang ini. Sistem persilatan yang sudah mengakar di masyarakat, seperti kuntaw dan silat dipadukan dengan pola-pola pernafasan zikir, terutama ratib Saman dari tarekat Sammaniyah.
Pencak silat sebagai perangkat pertahanan kesultanan dipimpin sebagai guru besar adalah Pangeran Purbaya Abu Bakar (wafat 1710) bin Sultan Muhammad Mansur. Kemudian, diteruskan oleh generasi selanjut: Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal, Puteri Ratu Emas Tumenggung Bagus Kuning Pengluku (pemimpin lascar wanita dalam perang melawan Belanda, 10 November 1659), Ki Demang Lecek, Kgs M Zen bin Kgs Syamsuddin bin Faqih Jalaluddin (Panglima laskar jihad perang Menteng 1819.
Sumber:
Abd Azim Amin, “Empat Abad Peradaban Islam di Palembang: Pembinaan, Perkembangan, dan Keruntuhannya”, makalah.
==========================

Penulis: M Sakdillah (author, director, and culture activities).